Para pengguna Internet di Indonesia kembali diuji kedewasaan dan kearifannya. Setelah kasus pernyataan rasial seorang mahasiswa Bandung di Facebook yang memicu heboh pekan lalu, kini ada lagi peristiwa yang membuat kegegeran.
Penyebabnya adalah kemunculan sebuah grup bernama Everybody Draw Mohammed Day di Facebook. Di halaman grup yang dibuat pada 25 April lalu itu, pengelolanya mengajak para pengguna jejaring di seluruh dunia menggambar sosok Nabi Muhammad tepat pada 20 Mei 2010.
Hingga Kamis lalu, ada 64.387 pengguna Facebook yang menyatakan kesukaannya terhadap grup tersebut. Sedangkan yang menyatakan akan hadir dalam acara yang diselenggarakannya sebanyak 15.256 orang, 5.469 orang masih pikir-pikir, dan 31.759 tidak akan hadir.
Ajakan itu memicu reaksi keras di mana-mana karena menyangkut Nabi Muhammad. Bagi umat Islam, Muhammad adalah tokoh panutan yang tak boleh diperlakukan sembarangan. Menggambar wajahnya dianggap sebagai bentuk pelecehan dan penistaan terhadap agama.
Pemerintah Pakistan, misalnya, memutuskan menutup sementara akses ke Facebook berdasarkan perintah Pengadilan Tinggi Lahore. Penutupan berlangsung mulai Kamis lalu hingga 31 Mei.
Di Indonesia, Menteri Komunikasi dan Informasi Tifatul Sembiring menilai ajakan menggambar Nabi Muhammad di Facebook itu sangat provokatif, dapat mengganggu kerukunan dan ketenteraman kehidupan beragama di Indonesia. Sebagian kalangan umat Islam juga telah meminta pemerintah bersikap lebih tegas dengan mengharuskan penyelenggara jasa Internet (ISP) menutup alamat halaman grup itu.
Aksi kecaman terhadap ajakan ini juga beredar melalui pesan pendek (SMS) dan layanan BlackBerry Messenger. Pembuat pesan meminta publik memboikot halaman yang dianggap melukai hati umat Islam itu. Beberapa blog tak ketinggalan ikut mencela rencana Hari Menggambar Muhammad tersebut.
Tentu saja ada kalangan yang santai atau justru menentang rencana pemblokiran halaman grup Hari Menggambar di Facebook itu. Menurut kelompok yang kontra ini, meski secara teknis pemblokiran bisa dilakukan, konsekuensinya jaringan Internet akan terganggu. Pelambatan akses pun kemungkinan besar bakal terjadi karena proses pemblokiran itu.
Para aktivis demokrasi dan kebebasan berekspresi bahkan menganggap rencana menutup akses ke halaman Hari Menggambar Muhammad justru akan menghalangi hak masyarakat mendapatkan informasi. Menurut mereka, masyarakat sebaiknya dibiarkan menilai dan memutuskan sendiri apa yang akan dilakukan setelah melihat halaman itu. Apalagi umat Islam dianggap sudah cukup dewasa untuk menentukan mana yang baik dan buruk. Ajakan menggambar Muhammad, menurut kelompok ini, tak akan mengganggu kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
Pengelola Facebook akhirnya mengambil jalan tengah. Mereka menutup akses ke halaman grup kontes menggambar sketsa Nabi Muhammad itu. Kontroversi untuk sementara berhenti. Tapi bukan tak mungkin kelak akan muncul lagi.
Dari kasus ini, sekali lagi, kita melihat bagaimana pengaruh Internet terhadap kehidupan. Seperti layaknya anak kandung teknologi lainnya, jejaring digital bagaikan pisau bermata dua. Ranah maya tak hanya membawa kebaikan, tapi juga menyimpan isu-isu yang dapat membelah sikap publik. Salah satu sebabnya adalah perbedaan iman, keyakinan, nilai-nilai, dan hukum. Sesuatu yang di luar sana dianggap biasa saja bisa jadi luar biasa di Indonesia dan sebaliknya.
Tidak mudah menyelesaikan masalah ini. Tidak cukup pula kita menyalahkan Internet dan segala isinya, lalu main blokir begitu saja. Di era digital seperti sekarang, informasi tak layak dibatasi atau ditutup-tutupi. Di ranah Internet yang serba transparan ini, informasi sebaiknya justru dibuka seluas-luasnya agar publik tak salah mengambil keputusan.
Yang dibutuhkan adalah edukasi yang terus-menerus dan seluas mungkin. Publik harus diberi pemahaman mengenai manfaat dan mudarat Internet, serta ranjau-ranjau yang berpotensi melahirkan kontroversi dan melanggar hukum.
Jalan menuju terciptanya masyarakat digital yang arif dan demokratis memang masih panjang. Tapi kita tak boleh lelah berikhtiar.
0 komentar:
Posting Komentar