Jika Anda Bisa Mengetik dan Akses Internet, Anda Sudah Memiliki Syarat yang Cukup Untuk Menghasilkan Uang dari Bisnis Tiket Pesawat Online

BISNIS YANG BIASA TETAPI MEMILIKI POTENSI PENGHASILAN YANG LUAR BIASA

Apakah anda sudah siap untuk Bergabung??

Bergabung? silahkan klik disini

Jumat, 10 Oktober 2014

Wow, Lukisan Gua di Maros Sulsel Lebih Tua Dibanding di Eropa

|0 komentar

Para ilmuwan menemukan sejumlah lukisan kuno di beberapa gua di kawasan pedesaan Maros, Sulawesi Selatan.
Para ilmuwan menemukan sejumlah lukisan kuno di beberapa gua di kawasan pedesaan Maros, Sulawesi Selatan.

Lukisan gua di beberapa gua di Maros, Pangkep, Sulawesi Selatan menggemparkan dunia ilmu pengetahuan internasional. Lukisan cap tangan dan babi hutan itu ternyata setelah diteliti umur pembuatannya mencapai 39,9 ribu tahun yang lalu (tyl) dan 35 ribu tyl. Ini menempatkan lukisan cap tangan di Maros sebagai salah satu lukisan gua paling tua yang pernah dibuat manusia.

Dalam rilis pers yang diterima Republika, Kamis (9/10), Pusat Arkeologi Nasional menjelaskan hasil penelitian gabungan antara peneliti Indonesia dan Australia di Maros memberikan implikasi sangat besar terhadap pemahaman evolus manusia. Terutama yang berkaitan dengan pola perilaku manusia di masa lalu.

"Besar kemungkinan bahwa lukisan dinding gua telah muncul dan berkembang ketika manusia modern awal telah menyebar dari Afrika, termasuk Eropa dan Asia Tenggara," demikian rilis pers Pusarnas.

Ini karena tadinya sebelum penelitian di Maros, arkeolog pada umumnya menganggap lukisan gua di Eropa sebagai satu-satunya yang tertua di dunia. Arkeolog tidak menyangka akan muncul lukisan gua tertua lainnya di luar Eropa, apalagi berasal dari daerah tropis seperti Indonesia.

Tapi penelitian kerjasama antara Pusat Arkeologi Nasional (Indonesia), Universitas Wollongong dan Universitas Griffith (Australia), Balai Peninggalan Cagar Budaya Makasar dan Balai Arkeologi Makasar, telah memberikan sebuah pemahaman baru mengenai umur lukisan dinding gua di Sulawesi Selatan.

Hasil pertanggalan terhadap "lukisan dinding gua" pada situs-situs arkeologi di Maros, Sulawesi Selatan, menunjukkan umur yang tidak jauh berbeda dengan yang ditemukan di Eropa, yaitu minimal sekitar 40 ribu tyl.

"Ini memberikan gambaran bahwa manusia modern awal yang telah menghuni kawasan Sulawesi Selatan telah mengenal seni cadas (rock art) sebagaimana yang terjadi di Eropa pada waktu yang hampir bersamaan," demikian penjelasan Pusarnas.

Berdasarkan data yang ada, sejauh ini para arkeolog di dunia beranggapan bahwa lukisan dinding gua muncul pertama kali di Eropa.

Hal itu didukung oleh penemuan lukisan sederhana (non-figurative) di situs El Castillo, Spanyol yang berumur sekitar 41 ribu tyl.

Sementara di Maros, dalam periode yang hampir sama yaitu 39,9 ribu tyl, manusia Sulawesi sudah melukis secara figuratif yaitu cap tangan dan hewan seperti babi dan anoa.

Hasil penelitian yang menggemparkan ini telah dimuat di majalah jurnal ilmiah bergengsi internasional, Nature. Nature bahkan menempatkan hasil penelitian ini di halaman muka majalah mereka dan memberi halaman khusus.

Sumber: http://nasional.republika.co.id

Permintaan Maaf Pemimpin Masjid Agung kepada Jemaat Gereja Tuai Simpati

|0 komentar


Peserta sholat Idul Adha di Masjid Agung Malang meluber sampai di depan Gereja GPIB Immanuel.

Permintaan maaf pimpinan Masjid Agung di Kota Malang kepada jemaat Gereja Protestan Indonesia di bagian Barat (GPIB) Immanuel terkait kegiatan shalat Idul Adha yang menyebabkan jadwal kebaktian tertunda, mengundang simpati warga melalui jejaring sosial.

Gelombang simpati itu muncul setelah stasiun radio "Suara Surabaya" memuat berita soal permintaan maaf itu di laman Facebook, Twitter dan portal resminya, Minggu (5/10/2014) lalu. Lebih dari 34.000 pengguna Facebook menyatakan like (suka), dan berita ini telah disebar sebanyak 2.776 hingga Kamis (9/10/2014) malam.

Sementara, foto yang menggambarkan aktivitas shalat Idul Adha dengan latar belakang gereja- mendapat  2.000 komentar yang sebagian besar menyatakan simpati atas sikap toleran pimpinan dua tempat ibadah yang letaknya tidak berjauhan itu.

Masjid Agung, yang merupakan masjid berukuran besar dan tertua di Kota Malang, letaknya sekitar 200 meter dari GPIB Immanuel, yang juga salah satu gereja tertua di kota itu.

"Indahnya kebersamaan, bisa saling mengerti dan memahami walaupun berbeda agama," tulis salah-seorang warga. Komentar senada juga diungkapkan para pembaca lainnya.

Ada pula yang berkomentar pendek: "Terima kasih teman-teman, Kristen..." dan banyak pula yang bersimpati sikap pimpinan masjid yang bersedia meminta maaf.

Sebagian berkomentar bahwa toleransi seperti ini sudah dipraktekkan di daerahnya, namun ada yang berharap ini bisa dicontoh di tempat lain di Indonesia. Hanya sedikit yang antipati atau sinis terhadap isi berita tersebut.

Meminta maaf
Seperti shalat Idul Fitri atau Idul Adha pada tahun-tahun sebelumnya, jumlah peserta ibadah di Masjid Agung mencapai 35.000, sehingga meluber sampai ke depan GPIB Immanuel. Akibatnya, jika waktu ibadahnya digelar secara bersamaan, maka salah-satu pihak harus menunda acara ibadahnya, terutama jemaat gereja.

Hal ini terulang saat shalat Idul Adha pada Minggu (5/10/2014) lalu. Namun, kali ini pimpinan Masjid Agung menyatakan permintaan maaf. "Saya mengucapkan terima kasih kepada gereja dan meminta maaf karena kebaktiannya ditunda," kata Ketua takmir Masjid Agung, Zainuddin Muchit, Kamis (9/10/2014).

Zainuddin sebelumnya sudah mengutarakan permintaan maaf itu di hadapan jemaat shalat Idul Adha. Menurut dia, permintaan maaf kepada jemaat gereja itu harus dilakukan, karena dia membayangkan penundaan tersebut akan menganggu jadwal para jemaat gereja tersebut.

"Biasanya kebaktian jam 6 dan 7 pagi, dan sekarang harus ditunda pukul 9 pagi, padahal mungkin setelah itu mereka ada acara lain dan janjian dengan orang lain," kata Zainuddin.

Sementara, Pendeta GPIB Immanuel, Emmawati Balue mengaku sejak awal sudah mengetahui bahwa jadwal ibadah mereka akan berbarengan. "Jadi kami otomatis agar ibadah pagi diatur, waktunya disesuaikan lagi. Kami sebelumnya sudah beritahu umat," kata Emmawati.

Bertetangga lebih seratus tahun
Sebagai tetangga, menurut Zainuddin dan Emmawati, sikap saling menenggang rasa dan menghormati seperti itu sudah dilakukan sejak lama dan tidak pernah menjadi masalah. "Kami itu bertetangga sudah lebih dari seratus tahun," kata Zainuddin.

"Dalam ajaran Islam, walaupun ada perbedaan agama, tetangga itu harus dihormati," kata Zainuddin yang telah aktif di masjid itu sejak tahun 1980-an.

Sementara, Emmawati Balue mengatakan, mereka selama ini selalu berhubungan baik dengan pimpinan masjid tersebut. "Karena kami menyadari kita' kan ibarat rumah, kita bertetangga bersebelah rumah," kata Emmawati.

"Buat saya, itulah kebahagiaan yang bisa kita bagi sebagai sesama anak bangsa," tambahnya.

Bahkan, apabila pihak gereja Immanuel menggelar ibadah yang dihadiri jemaat yang jumlahnya besar, mereka dapat memarkir mobil atau motor hingga di sekitar Masjid Agung. "Juga menjelang perayaan Natal, teman-teman pengurus masjid, atau remaja masjidnya, ikut menjaga keamanan gereja," ungkap dia.

Sumber: kompas.com