Di pagi hari, individu-individu ini bangun tak segar dan mudah mengantuk di siang hari. Padahal mereka sudah cukup tidur setiap malamnya. Mereka seolah lamban, kurang cekatan, emosional, kurang konsentrasi, mudah tertidur dan sulit mengambil keputusan. Tapi apakah mereka pemalas? Bukan! Mereka mengalami gejala yang bernama hipersomnia, yang artinya kantuk berlebihan walau sudah cukup tidur.
Ngorok dan hipersomnia merupakan dua gejala utama dari sleep apnea atau henti nafas saat tidur. Penderita sleep apnea, tanpa ia sadari, terbangun-bangun dari tidur akibat sesak. Saat tidur, saluran nafasnya menyempit hingga tak ada udara yang dapat lewat, walau gerakan nafas terus bergerak.
Risiko Sleep Apnea
Sepanjang sejarah kedokteran tidur yang baru berkembang sejak tahun 50-an, banyak sudah penelitian yang menyinggung tentang bahaya ngorok. Mulai dari kualitas hidup, keselamatan dan kesehatan.
Kantuk berlebih yang dialami jelas menurunkan kualitas hidup seseorang. Performa menurun, kreativitas tersumbat, daya ingat menurun dan hubungan sosial yang buruk. Bahkan sebuah penelitian menyebutkan bahwa dengkuran merupakan penyebab perceraian nomor tiga di Amerika setelah perselingkuhan dan masalah keuangan. Tak kalah penting, sleep apnea juga berperan menurunkan libido dan mengakibatkan impotensi.
Resiko bagi keselamatan bagi mereka yang berkendara, atau mengoperasikan alat berat juga tak kecil. Kualitas tidur buruk akibta sleep apnea menurunkan kewaspadaan dan kemampuan refelks penderitanya. Ini sebabnya pendengkur di Eropa tak diperkenankan untuk berkendara sementara hingga kondisinya disembuhkan.
Henti nafas saat tidur telah lama diketahui menyebabkan hipertensi, diabetes, berbagai gangguan jantung, stroke hingga kematian. Sayangnya, bahaya ngorok bagi kesehatan masih diluar deteksi radar kebanyakan tenaga kesehatan di Indonesia. Tak heran jika angka penderita penyakit-penyakit tadi terus meningkat di tanah air.
Hipertensi
Hubungan hipertensi dan mendengkur dapat dilihat sejak penemuan sleep apnea. Walau sudah banyak catatan medis tentang gejala-gejala yang mirip sleep apnea, namun karena tak ada tradisi kedokteran yang mengamati kondisi pasien saat tidur, kondisi ini diabaikan begitu saja. Hingga di awal berjalannya penelitian tidur, diamati banyaknya penderita hipertensi yang mengalami kantuk berlebihan. Khawatir akan gangguan tidur bernama narkolepsi, pasien-pasien ini direkam gelombang otaknya selama tidur. Selama pengamatan didapati bahwa mereka mendengkur, dan akhirnya diputuskan untuk juga merekam fungsi-fungsi nafas dan jantung selama tidur.
Terbuktilah bahwa para pendengkur mengalami gangguan nafas selama tidur. Sejak saat itu, pemeriksaan tidur dilengkapi dengan perekaman nafas dan jantung. Laboratorium tidur dengan alat bernama polisomnografi (PSG) bukan lagi menjadi alat penelitian, tetapi juga menjadi alat diagnosa rutin seperti pemeriksaan darah dan foto X ray.
Penelitian-penelitian selanjutnya lebih menguatkan hubungan antara kedua penyakit ini. Mulai dari mekanisme terjadinya, resiko-resiko yang berperan hingga efek perawatan sleep apnea terhadap tekanan darah tinggi.
Mekanisme biologis yang diduga berperan adalah meningkatnya aktivitas sistem saraf simpatis saat tidur akibat penurunan kadar oksigen dan episode bangun singkat. Secara berantai mengakibatkan rusaknya dinding pembuluh darah serta meningkatnya tahanan pada aliran darah.
Perawatan
Dalam the Journal of American Medical Association baru-baru ini dibuktikan juga bagaimana perawatan sleep apnea dapat menjaga tekanan darah tetap normal. Didapati bahwa pendengkur yang telah menggunakan CPAP sebagai perawatan, berkurang resikonya untuk menderita hipertensi.
CPAP adalah kependekan dari continuous positive airway pressure. Sebuah alat yang dihubungkan ke hidung lewat masker. Fungsi dasarnya adalah meniupkan tekanan positif untuk mengganjal saluran nafas agar tetap membuka selama tidur.
Dalam penelitian tersebut diikuti sekitar 1900 orang tanpa hipertensi yang dirujuk ke klinik tidur sejak tahun 1994 sampai 2000. Pasien-pasien tersebut diikuti setiap tahunnya hingga tahun 2011. Pasien yang terdiagnosa dengan sleep apnea lalu diberi perawatan dengan CPAP.
Hasilnya, para peneliti mendapati bahwa penderita sleep apnea yang tidak menjalankan perawatan mempunyai resiko dua kali lipat untuk menderita hipertensi dibanding mereka yang tidak menderita sleep apnea. Sementara pasien-pasien yang meninggalkan perawatan CPAP mempunyai risiko 80% lebih besar! Padahal pasien-pasien yang menggunakan CPAP menurun resikonya untuk menderita hipertensi hingga 29%.
Kita sudah tahu pasti bahwa mendengkur dan sleep apnea merupakan salah satu penyebab utama hipertensi. Kita juga telah mengetahui bahwa perawatan sleep apnea dapat menurunkan tekanan darah. Tetapi penelitian ini membuktikan bahwa perawatan sleep apnea dapat mencegah terjadinya hipertensi.
0 komentar:
Posting Komentar