USIA sekolah menjadi penentu masa depan anak. Kalau gizi selama belajar tidak tercukupi, bagaimana mungkin anak bisa berprestasi?
Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi termiskin kelima di Indonesia yang memiliki tingkat kerawanan pangan paling mengkhawatirkan. Data Badan Pusat Statistik dan Riskesdas pada 2010 menyebutkan bahwa 13,2 persen anak mengalami kekurangan gizi kronis, 58,4 persen balita mengalami kekerdilan, dan 29,4 persen balita masih kekurangan berat badan. Alasan inilah yang mendasari perlunya perhatian khusus bagi provinsi NTT.
"Pemerintah daerah NTT percaya bahwa masa depan Indonesia tergantung dari generasi muda. Berkualitas tidak hanya ditunjang dengan pendidikan formal, tapi juga mutu otak yang baik, sehingga diperlukan nutrisi yang baik," kata Drs Bertoldus Lalo MM, Kepala Perwakilan Pemerintahan NTT pada konferensi pers "Tuntaskan Malnutrisi Demi Masa Depan Lebih Baik" di A&W Restaurants Mal Pondok Indah I, Jakarta Selatan, Kamis (14/7/2011).
Guna memerangi permasalahan malnutrisi anak Indonesia, khususnya NTT, A&W Restaurants Indonesia dan World Food Program (WFP) kembali bekerja sama dalam kampanye World Hunger Relief. Kerja sama diawali sejak 2009 melalui program School Feeding yang bertujuan memerbaiki status gizi anak usia sekolah dalam membantu meningkatkan proses tumbuh kembang, tingkat kehadiran sekolah, prestasi anak, serta meningkatkan kesadaran perilaku yang berhubungan dengan gizi.
"Program dilakukan lewat pemberian biskuit berfortifikasi, beras, jagung, kacang merah, kacang hijau, dan lain-lain kepada anak-anak usia sekolah dasar," imbuhnya.
Tahun ini, A&W Restaurants Indonesia berhasil menggalang bantuan dari konsumennya melalui kotak yang tersedia di setiap outlet store. Selama kurun 22 Agustus hingga 28 November 2011, dana yang terkumpul mencapai Rp983.342.000 atau meningkat Rp34.541.750 dari tahun lalu.
"Kami melakukan survei terhadap siswa, kepala sekolah, dan guru tentang efektivitas program School Feeding. Hasilnya, gizi yang tercukupi ketika sarapan memungkinkan anak-anak untuk konsentrasi belajar sehingga prestasinya pun meningkat," sahut Peter Guest, Deputy Country Director WFP Indonesia pada kesempatan yang sama.
Pada 2010, WFP Indonesia telah membantu lebih dari 403.000 penduduk di seluruh Indonesia, termasuk di Kabupaten Timur Tengah Selatan dan Kupang di NTT.
"Masalah kurang gizi merupakan isu internasional. Efeknya dirasakan oleh anak-anak, generasi penerus bangsa. Dengan jaminan gizi seimbang, mereka tentu dapat belajar lebih maksimal," ujar Fery Senofil, Training Manager PT Biru Fast Food Nusantara.
Untuk kegiatan berikutnya, WFP Indonesia akan berfokus pada tiga pilar operasional, yaitu manajemen risiko bencana, nutrisi, dan jaring pengaman sosial, serta analisa dan pemetaan ketahanan pangan.
"Program kemitraan A&W dan WFP diharapkan dapat menginspirasi banyak pihak untuk turut berpartisipasi dalam mengentaskan permasalahan gizi buruk demi meningkatkan kesejahteraan anak Indonesia. Di masa mendatang, kami akan mengajak kembali pelanggan dalam program ini," tutupnya.
0 komentar:
Posting Komentar