"Sakit Ginjal yang sudah cuci darah sembuh dalam tiga kali pengobatan. Sakit kanker sudah berobat ke luar negeri tidak sembuh dan timbul komplikasi setelah berobat terapi di klinik tertentu sembuh dan saya semakin segar".
Inilah iklan klinik terhebat di Indonesia hanya dalam pengobatan beberapa kali penyakit seberat apapun akan membaik dalam sekejap. Inilah iklan jasa kesehatan yang berulang-ulang diputar di media televisi.
Saat ini masyarakat kita disuguhi informasi kesehatan yang kontroversial, menyesatkan dan tidak benar yang bila disalah artikan akan memperberat kondisi kesehatan yang telah dialami seseorang. Informasi kesehatan tersebut bukan hanya berupa iklan jasa dan produk kesehatan tetapi juga acara edukasi informasi kesehatan yang diberikan oleh orang yang tidak kompeten seperti praktisi terapi alternatif. Uniknya, saat ini acara informasi kesehatan tersebut lebih banyak didominasi oleh terapi alternatif dibandingkan oleh tenaga kesehatan profesional seperti dokter. Bila fenomena ini dibiarkan lebih luas, maka informasi kesehatan yang tidak benar tersebut akan membentuk pengetahuan masyarakat salah arah, dan dapat menurunkan derajat kesehatan masyarakat itu sendiri.
Ternyata yang terpengaruh oleh informasi kesehatan yang tidak benar bukan hanya dialami oleh masyarakat berpendidikan rendah, masyarakat berpendidikan tinggi yang bukan berlatar belakang kesehatanpun sudah banyak yang terbuai. Bahkan terdapat cerita seorang dosen S3 di sebuah perguruan tinggi negeri terkenal di sebuah kota besar mengalami pengalaman pahit. Sang dosen yang pintar dan berpendidikan luar negeri tersebut sangat frustasi dengan sakit diabetes yang dideritanya. Karena terbuai iklan di televisi, dia melakukan pengobatan alternatif dan pengobatan dokter ditinggalkannya. Apa lacur, sesaat penyakit terasa membaik tetapi dalam beberapa bulan kencing manisnya semakin parah bahkan terjadi komplikasi stroke dan jantung akibat kencing manis yang tidak diobati sempurna. akhirnya sang dosen meninggal setelah mengalami beberapa kali strole berulang.
Kecenderungan tersebut saat ini diperparah oleh informasi yang diberikan media masa baik cetak ataupun elektronik tertentu. Bahkan sampai saat ini di media televisi banyak sekali informasi kesehatan justru diberikan bukan oleh dokter, tetapi oleh orang yang tidak berkompeten dalam bidangnya seperti terapi alternatif, terapi herbal ataupun ahli agama yang bergerak dalam praktisi kesehatan.
Sah-sah saja mereka melakukan terapi alternatif dan disiarkan media televisi. Sebaiknya mereka hanya menjelaskan jasa dan produknya saja. Tetapi seyogyanya tak disertai konsultasi online dan pemberian informasi kesehatan yang pada umumnya informasi kesehatan yang diberikan sangat menyesatkan dan tak benar secara medis.
Bila informasi tersebut berdasarkan penelitian ilmiah yang baik dan benar maka tidak masalah, tetapi bila terapi dan alat kesehatan tersebut tidak terbukti benar manfaat bagi kesehatannya maka dapat menyesatkan dan menipu konsumen yang tidak paham akan kesehatan.
Terapi medis atau terapi alternatif
Sumber kontroversi informasi itu sebenarnya karena sumber yang berbeda dari sumber informasi kesehatan alternatif dan medis. Perbedaan ini tidak pernah akan berakhir karena masing-masing pihak menggunakan pola pemikiran yang berbeda. Di bidang ilmu kesehatan, sering dibedakan antara terapi medis dan terapi alternatif. Terapi medis adalah penatalaksanaan atau pengobatan suatu penyakit atau kelainan yang berdasarkan kaidah ilmu pengetahuan di bidang kedokteran. Penanganan di dalam ilmu kedokteran harus berdasarkan berbagai latar belakang ke ilmuan kedokteran seperti imunopatobiofisiologis atapun secara biomolekular. Dalam penerapannyapun harus berdasarkan penelitian medis berbasis pengalaman klinis.
Secara ilmiah, berbagai terapi yang diberikan juga harus berdasarkan pengalaman klinis dengan berbasis pada penelitian ilmiah yang terukur. Dalam kurun waktu terakhir ini pemberian pengobatan di bidang kedokteran sudah beralih ke arah Evidence Base Medicine (EBM) atau pengalaman klinis berbasis bukti. Tujuan utama dari EBM adalah membantu proses pengambilan keputusan klinik, baik untuk kepentingan pencegahan, diagnosis, terapetik, maupun rehabilitatif yang didasarkan pada bukti-bukti ilmiah terkini yang terpercaya dan dapat dipertanggungjawabkan
Sedangkan terapi alternatif adalah berdasarkan pendekatan pengobatan tradisional turun temurun baik dari mulut ke mulut berbagai pengalaman diperoleh dari warisan nenek moyang yang tidak berdasarkan kaidah ilmiah. Meskipun sebenarnya tidak semua terapi alternatif tidak bermanfaat. Saat ini ada juga terapi alternatif yang mulai disinergikan dengan terapi di bidang ilmu kedokteran seperti terapi akupuntur. Hal seperti inipun harus melalui proses penelitian secara ilmiah yang berlangsung lama, dan memang terbukti secara klinis.
Terapi atau alat diagnosis alternatif meskipun tidak berdasarkan kaidah ilmiah juga banyak dilakukan oleh profesional medis di bidang kedokteran seperti dokter, terapis dan lain sebagainya. Secara aspek legal dan secara etika kedokteran sebenarnya hal tersebut tidak dilazimkan karena akan menyimpang dari kompetensi dan profesionalitas seorang dokter.
Terdapat perbedaan mendasar lainnya untuk mengetahui keberhasilan terapi medis dan terapi alternatif. Di bidang medis alat ukur keberhasilan medis harus berdasarkan penelitian terukur dan sahih secara statistik. Misalnya dalam penggunaan obat asma, harus diketahui tingkat keberhasilan dari 100 pemakai sekitar 80 yang berhasil dengan memperhatikan dengan cermat berbagai faktor yang mempengaruhi pengobatan tersebut.
Sedangkan terapi alternatif, biasanya diukur berdasarkan pengakuan orang perorang dalam menentukan keberhasilannya. Sehingga akurasi dan validitas keberhasilannya tidak bisa diketahui secara pasti. Sering dilihat di televisi dalam acara terapi alternatif oleh seseorang bukan berlatar belakang nonmedis, bahwa pengakuan seorang sembuh karena terapi yang diberikan. Mungkin saja memang penderita tersebut berhasil dengan terapi alternatif tersebut, tetapi tidak diketahui apakah yang tidak berhasil juga lebih banyak lagi.
Di bidang medis seorang dokter tidak boleh menyebutkan keberhasilan pengobatan berdasarkan kesaksian keberhasilan seorang pasien tetapi harus berdasarkan penelitian sebuah jurnal kesehatan yang kredibel atau jurnal yang dapat diakses di pubmed secara online.
Bagaimana Meyikapinya
Di tengah globalisasi informasi, sebaiknya masyarakat cerdas dalam mencari informasi dan mencerna informasi. Bila salah dalam mendapatkan informasi dan salah dalam menginterpretasikannya, maka akan mendapatkan informasi kesehatan yang menyesatkan. Kontroversi informasi kesehatan seringkali ditimbulkan oleh opini seseorang praktisi kesehatan baik praktisi terapi alternatif, dokter atau bahkan seorang dokter yang ahlipun bila tidak berdasarkan penelitian ilmiah. Bahkan opini seorang profesor pun seharusnya tidak bisa diikuti dan dijadikan pedoman bila tidak berdasarkan data penelitian ilmiah berupa Kejadian Ilmiah Berbasis Bukti atau Evidance Base Medicine.
Media masa sebaiknya melakukan pola pikir yang benar dalam mendapatkan informasi kesehatan. Sebaiknya dalam mengejar sumber informasi kesehatan media masa harus mencari sumber berita sesuai dengan kompetensinya. Bila mendapat informasi yang berbeda mungkin yang lebih dipercaya adalah sumber yang kompeten.
Instusi terkait yang berwenang seperti Kementerian Kesehatan, Ikatan Dokter Indonesia, Komisi Penyiaran Indonesia dan Persatuan Wartawan Indonesia harus peduli terhadap fenomena polusi informasi kesehatan yang semakin menyimpang tersebut.
Mungkin media masa sebaiknya mempunyai seorang konsultan seorang yang berkompeten dalam kesehatan dalam program edukasi kesehatan masyarakat agar tidak salah arah. Dalam menghadapi globalisasi informasi yang demikian hebat tersebut maka polusi informasi menjadi sangat besar terjadi.
Dalam keadaan seperti ini masyarakat dituntut tidak lebih cepat percaya dan harus cermat dan cerdas dalam mencari dan mengolah informasi. Semoga bangsa ini lebih cerdas dan arif dalam menyikapi kemajuan informasi yang demikian hebat ini demi kemajuan kesehatannya.
Sumber : kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar