Jika Anda Bisa Mengetik dan Akses Internet, Anda Sudah Memiliki Syarat yang Cukup Untuk Menghasilkan Uang dari Bisnis Tiket Pesawat Online

BISNIS YANG BIASA TETAPI MEMILIKI POTENSI PENGHASILAN YANG LUAR BIASA

Apakah anda sudah siap untuk Bergabung??

Bergabung? silahkan klik disini

Selasa, 12 April 2011

Tafsir Surat Al ‘Ashr: Membebaskan Diri Dari Kerugian




Allah ta'ala berfirman,

وَالْعَصْرِ (1) إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ (2) إِلَّا الَّذِينَ  آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا  بِالصَّبْرِ (3)


"Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam  kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih  dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan saling menasihati  supaya menetapi kesabaran"

(QS. Al 'Ashr).



Surat Al 'Ashr merupakan sebuah surat dalam Al Qur'an yang banyak  dihafal oleh kaum muslimin karena pendek dan mudah dihafal. Namun  sayangnya, sangat sedikit di antara kaum muslimin yang dapat  memahaminya. Padahal, meskipun surat ini pendek, akan tetapi memiliki  kandungan makna yang sangat dalam. Sampai-sampai Imam Asy Syafi'i  rahimahullah berkata,

لَوْ تَدَبَّرَ النَّاسُ هَذِهِ السُّوْرَةَ لَوَسَعَتْهُمْ

"Seandainya setiap manusia merenungkan surat ini, niscaya hal itu akan mencukupi untuk mereka." [Tafsir Ibnu Katsir 8/499].
Syaikh Muhammad bin Sholih Al 'Utsaimin rahimahullah berkata, "Maksud  perkataan Imam Syafi'i adalah surat ini telah cukup bagi manusia untuk  mendorong mereka agar memegang teguh agama Allah dengan beriman, beramal sholih, berdakwah kepada Allah, dan bersabar atas semua itu. Beliau  tidak bermaksud bahwa manusia cukup merenungkan surat ini tanpa  mengamalkan seluruh syari'at. Karena seorang yang berakal apabila  mendengar atau membaca surat ini, maka ia pasti akan berusaha untuk  membebaskan dirinya dari kerugian dengan cara menghiasi diri dengan  empat kriteria yang tersebut dalam surat ini, yaitu beriman, beramal  shalih, saling menasehati agar menegakkan kebenaran (berdakwah) dan  saling menasehati agar bersabar" [Syarh Tsalatsatul Ushul].

Iman yang Dilandasi dengan Ilmu


Dalam surat ini Allah ta'ala  menjelaskan bahwa seluruh manusia  benar-benar berada dalam kerugian. Kerugian yang dimaksud dalam ayat ini bisa bersifat mutlak, artinya seorang merugi di dunia dan di akhirat,  tidak mendapatkan kenikmatan dan berhak untuk dimasukkan ke dalam  neraka. Bisa jadi ia hanya mengalami kerugian dari satu sisi saja. Oleh  karena itu, dalam surat ini Allah mengeneralisir bahwa kerugian pasti  akan dialami oleh manusia kecuali mereka yang memiliki empat kriteria  dalam surat tersebut [Taisiir Karimir Rohmaan hal. 934].

Kriteria pertama, yaitu beriman kepada Allah. Dan keimanan ini tidak  akan terwujud tanpa ilmu, karena keimanan merupakan cabang dari ilmu dan keimanan tersebut tidak akan sempurna jika tanpa ilmu.  Ilmu yang  dimaksud adalah ilmu syar'i (ilmu agama). Seorang muslim wajib (fardhu  'ain) untuk mempelajari setiap ilmu yang dibutuhkan oleh seorang  mukallaf dalam berbagai permasalahan agamanya, seperti prinsip keimanan  dan syari'at-syari'at Islam, ilmu tentang hal-hal yang wajib dia jauhi  berupa hal-hal yang diharamkan, apa yang dia butuhkan dalam mu'amalah,  dan lain sebagainya. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلىَ كُلِّ مَسْلَمٍ

"Menuntut ilmu wajib bagi setiap muslim." (HR. Ibnu Majah nomor 224 dengan sanad shahih).

Imam Ahmad rahimahullah berkata,

يَجِبُ أَنْ يَطْلَبَ مِنَ الْعِلْمِ مَا يَقُوْمُ بِهِ دِيْنَهُ

"Seorang wajib menuntut ilmu yang bisa  membuat dirinya mampu menegakkan agama."  [Al Furu' 1/525].

Maka merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim untuk mempelajari  berbagai hal keagamaan yang wajib dia lakukan, misalnya yang berkaitan  dengan akidah, ibadah, dan muamalah. Semua itu tidak lain dikarenakan  seorang pada dasarnya tidak mengetahui hakikat keimanan sehingga ia  perlu meniti tangga ilmu untuk mengetahuinya. Allah ta'ala  berfirman,
مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ  نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا

"Sebelumnya kamu tidaklah mengetahui apakah Al Quran itu dan tidak  pula mengetahui apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu  cahaya, yang Kami tunjuki dengannya siapa yang Kami kehendaki di antara  hamba-hamba Kami." (Asy Syuura: 52).

Mengamalkan Ilmu


Seorang tidaklah dikatakan menuntut ilmu kecuali jika dia berniat  bersungguh-sungguh untuk mengamalkan ilmu tersebut. Maksudnya,   seseorang dapat mengubah ilmu yang telah dipelajarinya tersebut menjadi  suatu perilaku yang nyata dan tercermin dalam pemikiran dan amalnya.
Oleh karena itu, betapa indahnya perkataan Fudhail bin 'Iyadh rahimahullah

لاَ يَزَالُ الْعَالِمُ جَاهِلاً حَتىَّ يَعْمَلَ بِعِلْمِهِ فَإِذَا عَمِلَ بِهِ صَارَ عَالِمًا

"Seorang yang berilmu akan tetap menjadi orang bodoh sampai dia dapat mengamalkan ilmunya. Apabila dia mengamalkannya, barulah dia menjadi  seorang alim" (Dikutip dari Hushul al-Ma'mul).

Perkataan ini mengandung makna yang dalam, karena apabila seorang  memiliki ilmu akan tetapi tidak mau mengamalkannya, maka (pada  hakikatnya) dia adalah orang yang bodoh, karena tidak ada perbedaan  antara dia dan orang yang bodoh, sebab ia tidak mengamalkan ilmunya.

Oleh karena itu, seorang yang berilmu tapi tidak beramal tergolong  dalam kategori yang berada dalam kerugian, karena bisa jadi ilmu itu  malah akan berbalik menggugatnya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa  sallam bersabda,
لاَ تَزُوْلُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتىَّ يَسْأَلَ عَنْ عِلْمِهِ مَا فَعَلَ بِهِ
,"Seorang hamba tidak akan beranjak dari tempatnya pada hari kiamat  nanti hingga dia ditanya tentang ilmunya, apa saja yang telah ia amalkan dari ilmu tersebut." (HR. Ad Darimi nomor 537 dengan sanad shahih).

Berdakwah kepada Allah


Berdakwah, mengajak manusia kepada Allah ta'ala, adalah tugas para  Rasul dan merupakan jalan orang- orang yang mengikuti jejak mereka  dengan baik. Allah ta'ala berfirman,
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ  اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (108)

"Katakanlah, "inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang  mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha  suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik." (Yusuf:  108).
Jangan anda tanya mengenai keutamaan berdakwah ke jalan Allah. Simak firman Allah ta'ala berikut,
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِمَّنْ دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru  kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya  aku termasuk orang-orang yang berserah diri?" (QS. Fushshilat : 33).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda,
فَوَاللَّهِ لَأَنْ يُهْدَى بِكَ رَجُلٌ وَاحِدٌ خَيْرٌ لَكَ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ

Demi Allah, sungguh jika Allah memberikan petunjuk kepada seseorang  dengan perantara dirimu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah" (HR. Bukhari nomor 2783).

Oleh karena itu, dengan merenungi firman Allah dan sabda nabi di  atas, seyogyanya seorang ketika telah mengetahui kebenaran, hendaklah  dia berusaha menyelamatkan para saudaranya dengan mengajak mereka untuk  memahami dan melaksanakan agama Allah dengan benar.

Sangat aneh, jika disana terdapat sekelompok orang yang telah  mengetahui Islam yang benar, namun mereka hanya sibuk dengan urusan  pribadi masing-masing dan "duduk manis" tanpa sedikit pun memikirkan  kewajiban dakwah yang besar ini.
Pada hakekatnya orang yang lalai akan kewajiban berdakwah masih berada  dalam kerugian meskipun ia termasuk orang yang berilmu dan  mengamalkannya. Ia masih berada dalam kerugian dikarenakan ia hanya  mementingkan kebaikan diri sendiri (egois) dan tidak mau memikirkan  bagaimana cara untuk mengentaskan umat dari jurang kebodohan terhadap  agamanya. Ia tidak mau memikirkan bagaimana cara agar orang lain bisa  memahami dan melaksanakan ajaran Islam yang benar seperti dirinya.  Sehingga orang yang tidak peduli akan dakwah adalah orang yang tidak  mampu mengambil pelajaran dari sabda rasulullah shallallahu 'alaihi wa  sallam,
لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ

"Tidak sempurna keimanan salah seorang diantara kalian, hingga ia  senang apabila saudaranya memperoleh sesuatu yang juga ia senangi." (HR. Bukhari nomor 13).
Jika anda merasa senang dengan hidayah yang Allah berikan berupa  kenikmatan mengenal Islam yang benar, maka salah satu ciri kesempurnaan  Islam yang anda miliki adalah anda berpartisipasi aktif dalam kegiatan  dakwah seberapapun kecilnya sumbangsih yang anda berikan.

Bersabar dalam Dakwah


Kriteria keempat adalah bersabar atas gangguan yang dihadapi ketika  menyeru ke jalan Allah ta'ala. Seorang da'i (penyeru) ke jalan Allah  mesti menemui rintangan dalam perjalanan dakwah yang ia lakoni. Hal ini  dikarenakan para dai' menyeru manusia untuk mengekang diri dari hawa  nafsu (syahwat), kesenangan dan adat istiadat masyarakat yang  menyelisihi syari'at [Hushulul ma'mul hal. 20].

Hendaklah seorang da'i mengingat firman Allah ta'ala berikut sebagai  pelipur lara ketika berjumpa dengan rintangan. Allah ta'ala berfirman,
وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوا عَلَى مَا كُذِّبُوا  وَأُوذُوا حَتَّى أَتَاهُمْ نَصْرُنَا وَلا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِ اللَّهِ  وَلَقَدْ جَاءَكَ مِنْ نَبَإِ الْمُرْسَلِينَ (34)

"Dan sesungguhnya telah didustakan (pula) para rasul sebelum kamu,  akan tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang  dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami terhadap  mereka" (QS. Al-An'am : 34).
Seorang da'i wajib bersabar dalam berdakwah dan tidak menghentikan  dakwahnya. Dia harus bersabar atas segala penghalang dakwahnya dan  bersabar terhadap gangguan yang ia temui. Allah ta'ala menyebutkan  wasiat Luqman Al-Hakim kepada anaknya (yang artinya),

"Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan  yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang munkar dan  bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sesungguhnya yang demikian itu  termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah)" (QS. Luqman :17).

Pada akhir tafsir surat Al 'Ashr ini, Syaikh Abdurrahman As-Sa'di rahimahullah berkata,
فَبِالِأَمْرَيْنِ اْلأَوَّلِيْنَ، يُكَمِّلُ اْلإِنْسَانُ نَفْسَهُ،  وَبِالْأَمْرَيْنِ اْلأَخِيْرِيْنَ يُكَمِّلُ غَيْرَهُ، وَبِتَكْمِيْلِ  اْلأُمُوْرِ اْلأَرْبَعَةِ، يَكُوْنُ اْلإِنْسَانُ قَدْ سَلِمَ تعل مِنَ  الْخُسَارِ، وَفَازَ بِالْرِبْحِ [الْعَظِيْمِ]

"Maka dengan dua hal yang pertama (ilmu dan amal), manusia dapat  menyempurnakan dirinya sendiri. Sedangkan dengan dua hal yang terakhir  (berdakwah dan bersabar), manusia dapat menyempurnakan orang lain. Dan  dengan menyempurnakan keempat kriteria tersebut, manusia dapat selamat  dari kerugian dan mendapatkan keuntungan yang besar" [Taisiir Karimir  Rohmaan hal. 934].

Semoga Allah memberikan taufik kepada kita untuk menyempurnakan  keempat hal ini, sehingga kita dapat memperoleh keuntungan yang besar di dunia ini, dan lebih-lebih di akhirat kelak. Amiin.

Penulis:
Muhammad Nur Ichwan Muslim
Artikel
www.muslim.or.id





Mau booking tiket pesawat sekaligus menjadi agen penjualan tiket pesawat secara online, murah, mudah, dan cepat? KLIK DISINI untuk mendapatkan informasi selengkapnya.




0 komentar:

Posting Komentar