Nezam pun memeriksakan diri ke rumah sakit, dan hasil rekaman Rontgen menunjukkan paru-parunya bolong-bolong. Dokter bilang penyakit PPOK tadi. "Katanya enggak bisa sembuh kecuali berhenti merokok. Saya ini sudah isap rokok 50 tahun, terpaksa berhenti," ujar Nezam saat memberikan testimoni pada acara diskusi "Tingginya Angka Kematian Penyakit Tidak Menular di Indonesia" di Rumah Sakit MRCCC Siloam, Jakarta.
Dokter spesialis paru Rumah Sakit Persahabatan, Jakarta, Profesor Faisal Yunus, menguatkan, batuk berdahak di pagi itu adalah salah satu gejala penyakit paru obstruktif kronik. "Jadi waspada saja, apalagi kalau memang perokok aktif dan lama," katanya.
Penyakit ini ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak lancar dalam saluran pernapasan dan reaktif pada paru saat menerima partikel atau gas beracun dan berbahaya. Hambatan aliran udara ini disebabkan oleh gabungan antara sumbatan saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan sel pada organ paru atau parenkim (emphisema). Tapi hal ini tentu berbeda pada setiap orang.
Ahli paru lain, Budhi Antariksa, menyebut penderita PPOK mengalami bronkitis kronik atau kombinasi emphisema karena kebiasaan merokok. Pada penderita PPOK sering batuk dan mengeluarkan dahak karena sel dahak (goblet) berusaha mengeluarkan cairannya (dahak) untuk melindungi agar dinding saluran pernapasan tidak rusak oleh asap rokok. Dahak yang keluar biasanya akan menumpuk di saluran napas. Sedangkan bulu-bulu di saluran napas untuk mengangkut zat asing atau kotoran makin jelek kondisinya serta makin jarang dan kecil.
Karena penderita PPOK atau bekas penderita ini merokok dalam jangka waktu yang lama dan banyak, sel dahak pun akan bekerja keras mengeluarkan cairannya. "Dia jadi hiperaktif, biarpun sudah berhenti merokok, sel dahak terus bekerja," ujar dokter Budhi.
Tak mengherankan jika penderita PPOK akan terus batuk dan mengeluarkan dahak pada pagi hari. "Karena malam kan tidur, tapi sel terus mengeluarkan dahak dan menumpuk di pagi hari," ucap dia. Batuk dan dahak pada perokok dan penderita PPOK, menurut dokter Budhi, lebih banyak. Biasanya batuk akan muncul tak jauh ketika dia memulai aktivitas. "Paling gampang lihat saat mandi," ujarnya.
Selain batuk berdahak, tanda lain yang muncul adalah sesak napas. Tetapi masyarakat, menurut dokter Faisal, sering keliru mempersepsikan sesak napas ini. Mereka mengira sesak napas yang diderita adalah serangan asma dan mengobatinya dengan obat asma. Tetapi serangan asma dan PPOK sangatlah berbeda.
Asma biasanya muncul pada usia muda, sering muncul karena faktor genetik. Sesak napas pada asma biasanya muncul jika ada faktor pencetus yang jelas seperti makanan, debu, asap rokok, udara dingin, bulu binatang dan sebagainya. Sesak napas juga akan memburuk pada malam hari. Sedangkan pada penderita PPOK, sesak napas akan terjadi hampir sepanjang hari. Sesak napas akan semakin menjadi-jadi ketika ada aktivitas berjalan atau naik tangga. "Dia akan berjalan lebih lambat dan lebih cepat capek," ujar dokter Faisal.
Jika penderita minum obat asma, responsnya malah buruk. Ini menjadi faktor yang lebih memperkuat tanda-tanda penyakit tersebut. Saat diperiksa dengan Rontgen, akan tampak paru-paru penderita ini cukup besar. "Besar memang, tetapi lembek seperti balon. Paru-parunya sudah tidak elastis juga," Faisal menambahkan.
Begitu batuk dan sesak napas ini muncul, barulah biasanya para penderita datang ke rumah sakit untuk memeriksakan kondisinya. PPOK merupakan penyakit tidak menular, bisa dicegah dan diobati. Sering kali muncul pada usia pertengahan akibat merokok dalam waktu yang lama. Prevalensinya makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup serta tingginya dampak dan faktor risiko, juga makin banyaknya jumlah perokok dan pencemaran udara.
Semakin hari, penderita penyakit ini semakin banyak dan menjadi salah satu penyebab utama kematian. Pada 1990, berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO), penyakit ini masih berada di urutan keenam, diperkirakan pada 2020 berada di urutan ketiga. Data The Asia Pacific COPD Roundtable Group pada 2006 menunjukkan jumlah penderita PPOK mencapai 56,6 juta dengan prevalensi 6 persen.
Adapun Indonesia, dengan 4,8 persen penderita, berada di urutan ketiga penderita PPOK terbesar di dunia setelah Cina (38 juta) dan Jepang (5 juta). Jumlahnya diperkirakan meningkat akibat banyaknya jumlah perokok. Sebab, 90 persen penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok. PPOK adalah salah satu penyakit yang makin meningkat dari tahun ke tahun, serta tengah bersaing dengan hipertensi, jantung, stroke, diabetes melitus, asma, penyakit sendi, dan kanker.
0 komentar:
Posting Komentar