Ilustrasi: Sejumlah siswa peserta ujian nasional SD dan sederajat, Senin (6/5/2013), di SD Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) Ende 4, Kabupaten Ende, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Ujian nasional untuk sekolah dasar, sekolah dasar luar biasa, dan madrasah ibtidaiyah mulai tahun 2014 dihapuskan. Selain itu, mulai tahun depan juga, tidak ada lagi murid sekolah dasar yang tinggal kelas.
Ujian nasional untuk sekolah dasar, sekolah dasar luar biasa, dan madrasah ibtidaiyah mulai tahun 2014 dihapuskan. Selain itu, mulai tahun depan juga, tidak ada lagi murid sekolah dasar yang tinggal kelas.
Murid yang belum memahami atau menguasai pelajaran tetap boleh naik kelas, tetapi harus mengulang pelajaran yang belum dikuasainya. Bentuk penilaian rapor sekolah dasar juga berubah, tidak lagi berisi angka-angka, tetapi berbentuk deskripsi untuk menilai sikap, keterampilan, dan pengetahuan siswa peserta didik.
Kepala Pusat Kurikulum dan Perbukuan Ramon Mohandas mengatakan hal itu sebelum Rapat Koordinasi Persiapan Implementasi Kurikulum 2013 dan Ujian Nasional 2014, Minggu (1/12) malam, di Jakarta. "Penilaian di SD tidak ada angka, tetapi narasi," katanya.
Untuk memperkenalkan sistem yang baru, kata Ramon, telah dilakukan pelatihan untuk guru pendamping yang turun ke lapangan. Mereka telah dijelaskan bentuk rapor, cara penilaian, dan pemberian angka. Pelatihan tahun depan mencakup 150.000 sekolah dasar, lebih besar dibandingkan tahun ini yang hanya mencakup 6.000 sekolah dasar.
Kepala Unit Implementasi Kurikulum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tjipto Sumadi menambahkan, penilaian narasi dalam rapor harus menggunakan bahasa positif karena usia anak yang masih dalam batasan usia emas. Penilaian narasi juga harus bisa memotivasi anak untuk meningkatkan kemampuannya. "Selama ini jika anak diberi nilai lima atau nilai merah, justru kurang baik dari sisi psikologis anak," kata Tjipto.
Siapkan kisi-kisi
Meski ujian akhir diserahkan ke sekolah, kata Ramon, pemerintah tetap membuat kisi-kisi soal yang diserahkan ke sekolah agar ada standar kualitas soal. Kisi-kisi soal itu terdiri dari 25 persen dibuat pemerintah dan 75 persen dari satuan pendidikan yang berkoordinasi dengan kabupaten/kota serta provinsi.
"Keterlibatan pemerintah dalam membuat kisi-kisi soal jangan dianggap sebagai intervensi pemerintah. Semata-mata hanya agar ada standar kualitas soal, memudahkan sekolah sekaligus meningkatkan mutu sekolah secara bertahap," kata Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud Dadang Sudiyarto.
Kisi-kisi soal itu sesuai dengan mata pelajaran yang akan diujikan, yaitu di sekolah dasar dan madrasah ibtidaiyah meliputi mata pelajaran Matematika, Bahasa Indonesia, dan IPA. Adapun untuk sekolah dasar luar biasa (SDLB), mata pelajaran yang diujikan adalah Matematika, Bahasa Indonesia, IPS, dan Pendidikan Kewarganegaraan. Ujian sekolah untuk SD/SDLB/MI/Paket A/Ula akan diselenggarakan serentak pada 19-21 Mei.
Tahun lalu ujian nasional sekolah dasar dan sederajat diikuti 4,25 juta siswa di 148.361 sekolah.
Ujian nasional
Ujian nasional untuk SMP dan SMA sederajat masih akan tetap diselenggarakan. Sekretaris Jenderal Kemdikbud Ainun Na'im menjelaskan, ujian nasional tahun depan untuk SMA/MA/SMK sederajat, termasuk Paket C dan Paket C Kejuruan, dilaksanakan 14-16 April 2014. Sementara itu, UN susulan SMA/SMK sederajat pada 22, 23, dan 24 April 2014.
Adapun ujian nasional untuk SMP/MTs/sederajat termasuk SMPLN/Paket B/Usto (sekolah tingkat SMP nonformal di Kemenag) akan diselenggarakan pada 5-8 Mei. Sementara itu, UN susulan bagi SMP sederajat akan diselenggarakan pada 12, 13, 14, dan 16 Mei 2014. "Nilai kelulusannya tetap minimal 5,5," kata Ainun Na'im.
Ahli evaluasi pendidikan Elin Driana mengatakan, ujian nasional untuk semua jenjang pendidikan idealnya dihapus. Kalaupun sekarang masih diselenggarakan ujian nasional untuk SMP dan SMA sederajat, mestinya komposisi kelulusan berdasarkan rapor lebih besar daripada nilai UN. Saat ini untuk kelulusan siswa, komposisi nilai rapor 40 persen, sedangkan ujian nasional 60 persen.
"Sebab, nilai rapor lebih menggambarkan kondisi murid yang sesungguhnya. Guru juga lebih mengetahui kondisi dan kemampuan siswa sehari-hari," kata Elin.
0 komentar:
Posting Komentar