Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menjamin pelaksanaan integrasi (pasar bebas) sektor transportasi udara di ASEAN (ASEAN Open Sky) pada 2015 tidak akan mengerdilkan maskapai penerbangan nasional.
Sejak kesepakatan ini ditandatangani, pemerintah mengklaim sudah menyiapkan upaya untuk melindungi (proteksi) terhadap keberlangsungan maskapai penerbangan nasional, di antaranya kebijakan pembatasan terkait kota yang bisa didarati pesawat-pesawat dari luar negeri.
Direktur Jenderal Transportasi Udara Kemenhub Herry BS Gumay mengatakan, perlindungan terhadap perusahaan penerbangan nasional wajib dilakukan. Untuk itu, maskapai penerbangan asing hanya diperbolehkan melakukan penerbangan secara langsung (point to point), sedangkan untuk perjalanan di dalam negeri hanya boleh menggunakan pesawat Merah Putih.
Dalam hal ini, tidak benar bila pemerintah tidak mengantisipasi pelaksanaan kesepakatan ASEAN Open Sky. Apalagi jika dikatakan membuka seluas-luasnya pasar transportasi udara di dalam negeri untuk diambil alih pihak asing.
"Perlindungan terhadap maskapai penerbangan Merah Putih di dalam wilayah hukum Indonesia menjadi prioritas. Pelaksanaan kebijakan Open Sky di kawasan ASEAN bukan berarti pesawat asing bisa seenaknya terbang dan mengambil penumpang di dalam negeri. Apalagi untuk rute penerbangan domestik. Kami juga tahu apa yang harus dilakukan untuk melindungi maskapai nasional," kata Herry di Jakarta, pekan lalu.
Dia lantas mencontohkan, pesawat milik maskapai penerbangan Malaysia yang hanya bisa terbang dari negaranya ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Jakarta) atau bandara lain yang sudah terbuka, namun selanjutnya harus kembali lagi atau tidak diizinkan melanjutkan penerbangan ke bandara lainnya di Indonesia. Untuk itu, pemerintah optimistis pelaksanaan kebijakan ASEAN Open Sky pada 2015 mendatang justru mendorong peningkatan jumlah penumpang pada maskapai penerbangan nasional. Khususnya untuk rute domestik.
"Banyaknya pesawat asing yang masuk juga diharapkan akan mendatangkan banyak turis ke dalam negeri. Yang melanjutkan penerbangan di dalam negeri nantinya pesawat-pesawat kita. Asing tidak boleh, mereka akan dibatasi," tutur dia.
Herry mengakui, Indonesia menjadi pasar yang menggiurkan bagi maskapai di negara-negara di kawasan ASEAN. Seperti maskapai dari Malaysia dan Singapura. Karena itu, pemerintah tetap memberikan proteksi, sehingga maskapai nasional tetap hidup dan terus berkembang.
"Pasar gemuk transportasi udara Indonsia bukan saja bagi maskapai dari negara-negara di ASEAN, melainkan juga dunia. Karena tingkat pertumbuhan penumpang di Indonesia cukup signifikan, yaitu berada pada kisaran 20 hingga 25 persen atau rata-rata bertambah 15 juta penumpang per tahun. Jadi, banyak maskapai penerbangan asing yang merayu pemerintah untuk bisa menggarap pasar di Indonesia," ujarnya.
Seperti diketahui, luas wilayah udara Indonesia mencapai 7,7 juta km2 dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa. Secara geografis, kondisi ini menjadi potensi bagi transportasi udara (penerbangan), karena wilayah Indonesia terpencar-pencar di antara banyak pulau atau dipisahkan oleh lautan, danau, hutan, dan gunung.
Tercatat jumlah penumpang angkutan udara Indonesia pada 2010 sebanyak 58,39 juta orang dan 2011 mencapai 64,50 juta orang. Sedangkan pada 2012 diproyeksikan mencapai 74,19 juta orang. Kebijakan ASEAN Open Sky disepakati oleh negara-negara di ASEAN untuk penerbangan antarkota di negara berbeda. Kesepakatan yang ditandatangani pada 2003 ini dimulai secara bertahap pada 2013 dan berlaku penuh 2015.
Menurut Herry, tidak akan ada rute gratis bagi pesawat asing yang masuk ke wilayah udara Indonesia. Untuk itu, pemerintah tidak akan membuka rute domestik bagi pesawat maskapai asing.
(Suara Karya Online)
0 komentar:
Posting Komentar