Merpati Nusantara Airlines di Bandara Sultan Kaharuddin di Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Lima puluh dua tahun PT Merpati Nusantara Airlines berdiri. Namun, seiring waktu, maskapai ini justru memasuki masa-masa yang sulit.
Utang yang lebih dari Rp 6 triliun membelit dan menyulitkan kondisi keuangan. Hak-hak normatif karyawan pun belum dibayarkan untuk dua bulan terakhir. Captain RD Sardjito S, ketua Asosiasi Pilot Merpati (APM) menuturkan, lebih dari 50 pilot mengundurkan diri, dari total 178 pilot. Hal itu lantaran mereka perlu kepastian untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Salah seorang pilot bertahan, Rizki B Juzar, mengatakan, untuk memenuhi kebutuhan hidup, sementara waktu ia menggunakan simpanan berupa tabungan. "Belakangan sudah ke pegadaian. (Gadaikan) Barang-barang istri saya, emas, kalung. Pekerjaan, sih, pilot. Cuma jalan ke pegadaian, malu banget," kata Juzar ditemui di Gedung Basarnas, Jakarta, Jumat (7/2/2014).
Rizki hanyalah satu dari puluhan pilot Merpati yang menunggu nasib. Ia tak tahu bagaimana kondisi pasti rekan sejawatnya. Namun, ia memperkirakan kondisi mereka sama sulitnya, apalagi bagi para pilot yang tak punya sumber penghasilan lain, dan istrinya hanya ibu rumah tangga.
"Mungkin dalam waktu dekat jual mobil," lanjut dia saat ditanya apa yang akan dilakukan jika belum juga digaji.
Meski demikian, Rizki mengaku lebih beruntung lantaran tidak memiliki cicilan. "Untung saya enggak punya utang. Tapi mungkin yang lain ada cicilan mobil. (Pilot) Yang baru-baru masuk Merpati itu," sambungnya.
Sudah 21 tahun Rizki menerbangkan Merpati ke pelosok terpencil. Ia hanya berharap pemerintah melihat jasa-jasa Merpati sebagai jembatan penghubung, sebagai pertimbangan menyudahi kisruh Merpati.
"Kita masih cinta Merpati, kalau memang will-nya pemerintah masih mau menghidupkan Merpati, kita akan lakukan apa pun," pungkasnya.
0 komentar:
Posting Komentar