Dok. Kompas TV.
Kampung Wae Rebo dengan 7 rumah adat mbaru niang berbentuk kerucut
MENJELAJAHI Indonesia tidak akan pernah ada habisnya. Dengan 13 ribu pulau tersebar di dalamnya, Indonesia memiliki banyak destinasi yang menarik untuk dikunjungi.
Program
traveling "Explore Indonesia" yang tayang di
Kompas TV, memilih 10 destinasi mengesankan. Daftar ini bisa menjadi referensi tujuan liburan Anda berikutnya.
Program "Explore Indonesia" dengan pembawa acaranya, Kamga, telah menjelajahi banyak wilayah di Indonesia, untuk mereguk keindahan alam, kekayaan budaya, jejak sejarah dan kehidupan masyarakatnya. Makin banyak menyinggahi pelosok-pelosok negeri, ternyata menyadarkan betapa begitu sedikit yang kita tahu tentang negeri sendiri.
"Sebelum ke luar negeri, alangkah baiknya jelajahi dulu negeri sendiri. Indonesia adalah kisah tentang negeri zamrud katulistiwa. Rayuan kecantikan yang pesonanya menggoda laksana surga," kata Kamga.
Explore Indonesia akan menayangkan kembali beberapa destinasi dari episode-episode sebelumnya. Dari 10 destinasi terpilih, 5 destinasi bagian pertama akan tayang di program "Explore Indonesia" episode "Catatan Perjalanan Kamga bagian 1", di
Kompas TV pada Selasa (26/3/2013), pukul 21.00 WIB. Berikut 5 destinasi tersebut:
Wae Rebo Wae Rebo merupakan kampung adat tradisional di Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, yang berada di pegunungan di ketinggian 1200 mdpl.
Trekking selama 4,5 jam menembus hutan belantara, menjadi tantangan tersendiri untuk mencapai Wae Rebo.
Rasa lelah mendaki pegunungan, bakal terbayar lunas ketika berhasil menginjakkan kaki di Wae Rebo. Daya tarik utamanya adalah 7 rumah adat berbentuk kerucut dan beratap ijuk serta ilalang, yang disebut Mbaru Niang.
Kampung Wae Rebo merupakan kampung kuno yang sudah dihuni 19 generasi. Sebagian besar warganya menggantungkan hidup dari berkebun kopi.
Untuk bisa bersekolah, anak-anak harus tinggal terpisah dengan keluarganya. Karena jarak tempuh yang jauh, mereka harus tinggal menumpang di keluarga lain di kampung bawah yang terdapat sekolahan.
Terpencil di balik pegunungan, denyut kehidupan Wae Rebo justru lebih banyak dikenal wisatawan mancanegara ketimbang turis lokal. Tahun 2012, sebanyak 330 turis berkunjung ke Wae Rebo, yang berasal dari 19 negara.
Di Wae Rebo, wisatawan bisa menginap di dalam rumah Niang dan meresapi kehidupan masyarakat yang sangat bersahaja.
Kampung Keling Memasuki Kampung Keling, di Kota Medan, Sumatera Utara, akan terasa sedang berada di "Little India". Menyusuri lorong kampung, sepanjang jalan bakal berjumpa paras-paras India, khususnya India Tamil.
Keberadaan komunitas India Tamil di Medan, merupakan bagian dari sejarah yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Nenek moyang mereka dahulu bermigrasi dari Kota Madras, India Selatan, ke Medan. Karena berasal dari Madras, Kampung Keling juga dikenal dengan nama lain Kampung Madras.
Menurut tokoh masyarakat Kampung Keling, Narain Sami, migrasi terjadi mulai awal abad 17. Ketika zaman perdagangan rempah-rempah, banyak warga India Selatan menyeberang ke daerah-daerah tertentu, termasuk ke Medan. Mereka bekerja sebagai pekerja perkebunan. Kini generasi keturunan mereka telah melebur sebagai warga negara Indonesia.
Sebagian plang jalan di kawasan Kampung Keling, masih memakai nama-nama India, seperti Jalan Kalingga, Jalan Hindhu, dan Jalan Mahayana. Di kawasan ini juga berdiri kuil kuno bernama Kuil Shri Mariaman yang dibangun tahun 1884, dan masih menjadi menjadi pusat peribadatan umat Hindu.
Di dekat kuil, terdapat pusat jajanan kuliner, di Jalan Pagaruyung. Menu masakannya sebagian besar kuliner khas India yang bercita rasa rempah tajam, seperti nasi biryani, roti cane, martabak dan lainnya.
Pasar Bolu Toraja Toraja identik dengan ritual kematian yang mewah. Bagian dari kemewahan itu adalah kewajiban menyediakan persembahan hewan kurban berupa
tedong atau kerbau. Hewan yang akan menemani setiap arwah yang akan menjalani kehidupan kedua di dalam lain yang di disebut
puya.
Ketika digelar Rambu Solo, bagi mereka yang masih golongan keluarga bangsawan harus menyediakan hewan kurban kerbau minimal 24 ekor. Tingginya kebutuhan kerbau, menjadikan kerbau sebagai primadona perdagangan di Toraja.
Pasar Bolu di Kota Rantepao, ibukota Kabupaten Toraja Utara, merupakan pusat perdagangan kerbau di Toraja. Ribuan kerbau dengan berbagai jenis dijual di tempat ini.
Harga satu ekor kerbau bervariasi, dari yang murah belasan juta hingga yang bernilai sangat fantastis, mencapai ratusan juta rupiah. Kerbau yang mahal adalah kerbau belang, dengan ciri-ciri tertentu. Ada yang seharga 150 juta, 200 juta bahkan 350 juta. Harga kerbau bisa seharga mobil mewah!
Pasar Bolu selalu ramai. Ramai kerbaunya, ramai pula pengunjungnya. Tapi tidak semua pengunjung berniat untuk membeli kerbau. Tidak sedikit dari mereka adalah wisatawan yang datang karena tertarik melihat-lihat kerbau super mahal.
Kerbau layaknya artis, karena tidak sedikit turis yang befoto bersama kerbau. Walaupun tidak mampu membeli, setidaknya mereka bisa berpose dengan kerbau seharga ratusan jutaan rupiah.
Suku Kajang Jika di Banten ada Suku Baduy, di Sulawesi Selatan memiliki Suku Kajang. Mereka sama-sama suku yang bersahaja, menjauh dari modernisasi dan hidup berdampingan dengan alam. Suku Kajang hidup di Kampung Adat Ammatoa, yang terletak di dalam hutan adat mereka yang masih terjaga baik.
Masuk ke kampung ini terasa bagaikan memasuki mesin waktu, membawa kita kembali ke masa lampau. Karena di kampung ini tidak diperbolehkan ada penerangan listrik, kendaraan bermotor dan barang-barang elektornik lainnya.
Mereka memegang prinsip hidup 'kamase-mase', yang berarti prinsip hidup sederhana dan prihatin. Seluruh warga mengenakan pakaian serba hitam, karena mereka lahir dari rahim yang gelap, sehingga ketika hidup di dunia pun mereka tidak perlu warna-warni kemewahan.
Tidak hanya pakaian, untuk bangunan rumah juga sederhana dan seragam, baik ukuran, bentuk maupun bahannya. Tidak ada perbedaan antara rumah pejabat adat dan warganya. Sehingga tidak ada si kaya dan si miskin. Untuk transportasi mengangkut barang, warga menggunakan tenaga kuda.
Masyarakat tidak boleh sembarangan menebang pohon dan mengambil hasil hutan. Setiap menebang pohon harus menanamnya kembal lebih banyak. Mereka percaya alam akan bermurah hati kepada manusia bila menjaga kelestariannya. Ada keyakinan mereka, bahwa daun akan mengundang air hujan, dan akar pohon akan mengeluarkan mata air.
Komodo Menjelajah alam bebas dengan satwa liar di dalamnya, memberi tantangan yang bakal memicu adrenalin. Apalagi, bila hewan itu merupakan reptil purba yang masih tersisa di muka bumi, yaitu komodo.
Dengan air liur yang mengandung 60 jenis bakteri mematikan, sang predator menjadi pemangsa puncak dalam mata rantai makanan di sebuah pulau. Komodo merupakan kekayaan hayati indonesia yang masuk sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia.
Untuk menuju Pulau Rinca dan Pulau Komodo, tempat habitat asal komodo, bisa menyeberang dari pelabuhan Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai, Pulau Flores, NTT. Pengunjung bisa menyewa perahu motor kecil hingga jenis kapal pinisi yang besar dan mewah.
Di Taman Nasional Komodo, selain bisa trekking melihat langsung kehidupan komodo di alam bebas, pengunjung juga bisa melihat kehidupan masyarakat suku komodo.
Kampung Komodo satu-satunya kampung di Pulau Komodo. Warga bermata pencaharian sebagai nelayan dan sebagian menjadi perajin patung komodo untuk souvenir. Meski hidup berdampingan dengan komodo yang mematikan, anak-anak di kampung ini tetap bebas bermain di halaman rumah.
Padahal, komodo sering memakan hewan ternak seperti kambing milik warga. Seorang warga, Ibu Farida, mengaku sudah 10 kambing miliknya dimangsa komodo. Namun ia tidak kapok, dan tetap membiarkan kambing-kambingnya berkeliaran bebas tanpa kandang.
Sumber: kompas.com
0 komentar:
Posting Komentar